Sengketa Lahan di Handil Baru Kembali Mencuat, DPRD Kukar Fasilitasi Dialog Tiga Pihak

teks : Wakil Ketua Komisi I DPRD Kukar, Wandi, dalam RDP pembahasan sengketa lahan antara PT. MIL dan Kelompok Tani Kelurahan Handil Baru.

Mediamahakam.com, KUTAI KARTANEGARA – Persoalan kepemilikan lahan di Kelurahan Handil Baru, Kecamatan Samboja, kembali menyeruak ke permukaan. Konflik antara PT Mitra Indah Lestari (PT MIL) dengan kelompok tani yang mengklaim tanah garapan mereka kembali menjadi sorotan publik.

Komisi I DPRD Kutai Kartanegara (Kukar) turun tangan memfasilitasi pertemuan seluruh pihak melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Senin (13/10/2025). Upaya ini menjadi lanjutan dari berbagai laporan yang telah diterima DPRD sejak tahun 2023.

Wakil Ketua Komisi I DPRD Kukar, Wandi, mengatakan sengketa tersebut belum menemukan titik temu karena menyangkut status kepemilikan yang saling tumpang tindih.
“Masalah ini sebenarnya sudah lama, hanya saja belum ada titik temu karena menyangkut status kepemilikan lahan,” ujarnya.

Dari hasil penelusuran Komisi I, permasalahan ini melibatkan tiga pihak, yakni PT MIL sebagai perusahaan tambang, seorang pemilik lahan bernama Gusman, serta kelompok tani yang mengklaim tanah tersebut. Total lahan yang disengketakan diperkirakan mencapai 8 hingga 10 hektare, meski tidak seluruhnya digarap perusahaan.

Menurut Wandi, secara hukum PT MIL memiliki dasar legalitas yang sah. Ia menyebut kelompok tani berpegang pada klaim Kesultanan sejak tahun 2016, namun tanpa didukung dokumen resmi.
“Kalau menurut saya pribadi, pihak perusahaan tidak salah karena sudah memiliki legalitas yang sah. Sementara kelompok tani hanya berpegang pada klaim Kesultanan tanpa dokumen resmi sejak tahun 2016,” jelasnya.

Komisi I pun memberikan waktu satu minggu kepada pihak-pihak terkait untuk berkomunikasi langsung dan mencari penyelesaian secara kekeluargaan sebelum langkah mediasi berikutnya ditempuh.
“Kalau dalam satu minggu belum ada hasil, kami akan adakan RDP kembali untuk mencari solusi bersama,” ucapnya.

Di sisi lain, kelompok tani disebut hanya menginginkan kompensasi atas tanaman tumbuh yang terdampak aktivitas tambang. Namun pihak perusahaan menolak karena lahan tersebut dinilai telah dibebaskan dari pemilik yang sah.
“Pihak petani ingin ganti rugi tanam tumbuh, tapi perusahaan tidak bisa karena pembebasan lahan sudah dilakukan secara legal. Jadi perlu komunikasi langsung antar pihak,” pungkasnya.

(Zii)